Ada satu penyakit sosial yang lebih berbahaya daripada wabah apa pun di Kabupaten Tanah Datar, yaitu penyakit terlalu cepat mudah memuja.
Yang saya tulis ini bukan sindiran, bukan kebencian, sekali lagi saya katakan bukan kebencian tapi peringatan karena ada rasa kasih sayang. Karena ini sebuah cermin getir tentang Masyarakat Tanah Datar yang terlalu gemar menaruh harapan secara instan, lalu kecewa secara terburu-buru. Kita menyambut pemimpin baru, tokoh masyarakat baru, pemuka agama baru, Niniak Mamak yang baru seolah-olah ia penyelamat semesta, lalu menurunkannya dengan tangan yang sama, tanpa pernah belajar dari siklus puja-puja yang berulang.
Dalam buku-buku agama sering saya baca dan temukan tentang ajaran moderasi hati: "jangan mencintai berlebihan, jangan membenci secara membabi buta. Karena yang ekstrem selalu berujung penyesalan."
Dalam sejarah Islam pun sama-sama kita ketahui tentang teladan agung dari Sayyidina ‘Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu. Beliau adalah pemimpin yang amat tegas, namun rakyatnya bebas mengkritik. Di tengah khutbahnya pun seorang perempuan berdiri dan menyanggah pendapatnya tentang mahar, dan Umar tidak murka, bahkan berkata, “Perempuan itu benar, dan Umar yang salah.”
Beginilah seorang pemimpin sejati dan masyarakat yang sehat: pemimpin tidak anti kritik, dan rakyat tidak menjilat.
Namun hari ini, budaya itu terbalik. Kita hidup di zaman digital di mana politik lebih mirip panggung idol. Setiap kebijakan baru disambut dengan caption manis, tepuk tangan maya, dan emoji cinta berderet di kolom komentar. Tak sedikit yang merasa beriman setelah memuji pejabat, seolah jari-jarinya menjadi salawat politik. Sementara di sisi lain, siapa pun yang berbeda pandangan, langsung di-bully, dihina, dan dikutuk seolah murtad dari kebenaran semesta.
Kita lupa bahwa menilai pemimpin, kebijakan, dan keadaan sosial bukan perkara perasaan, tetapi perkara akal yang jernih dan nurani yang terdidik. Dalam perjalanan panjang sehari-hari saya dari jorong ke jorong lainnya, dari nagari ke nagari lainnya, dari kecamatan ke kecamatan lainnya, bahkan juga dari kabupaten ke kabupaten lainya dan saya melihat sendiri, kebanyakan Masyarakat Tanah Datar mencintai dengan hawa nafsu berlebihan, bukan dengan ilmu. Sangat berbeda dengan kabupaten lain yang saya jumpai, Banyak dari Masyarakat kabupaten Tanah Datar cintanya buta, dan kebenciannya pun membutakan. Dan inilah fakta yang saya lihat di negeri ini, cinta yang membutakan, dan benci yang menulikan. Bukan tidak mungkin dampaknya akan meliputi seluruh masyarakat Sumatera barat, itu artinya Kabupaten lain harus lebih waspada kedepan.
Dalam beberapa tulisan saya sebelumnya sering saya ingatkan bahwa: Jangan cepat mencium tangan pemimpin, sebelum engkau mencium kebenaran dalam hatinya. yang saya ungkapan ini bukan ajakan membenci pemimpin, tapi mengingatkan kita semua warga Tanah Datar agar menghormati dengan ilmu, bukan dengan euforia. Karena hormat tanpa akal adalah permulaan dari perbudakan mental.
Nah, Lihatlah realitas hari ini.
Di media sosial, pujian lebih laku daripada kebenaran. Unggahan yang rasional tak viral, tapi yang memuja dengan kata manis langsung menyebar seperti debu di angin. Kita seolah menukar kejujuran dengan popularitas. Kita tidak lagi mencari siapa yang benar, tapi siapa yang paling sering muncul di beranda.
Maka, jalan keluarnya adalah membangun kembali akal sehat sosial, akal yang tidak tergesa menyanjung, dan tidak terburu menghujat. Akal yang mampu berkata: “Mari lihat kebijakan, bukan sekadar sosok.”
Kita butuh keberanian untuk berpikir jernih, bukan sekadar ramai dalam kolom komentar.
Dan barangkali, yang paling dibutuhkan hari ini bukan pemimpin baru, bukan pula pujian baru, tapi akal baru yang mau berpikir jujur. Akal yang berani menimbang dengan nurani, bukan dengan sensasi. Akal yang memilih diam merenung, ketimbang ikut gaduh tanpa arah.
Maka, mari jadikan tulisan, komentar, dan kritik kita sebagai sedekah, bukan sebagai racun.
Dan berhentilah mabuk memuja, sebelum akal kita benar-benar kehilangan maknanya.
Sumatera Barat, Kamis 27 November 2025.

0 Komentar